2

NILAI NILAI KEISLAMAN PADA TRADISI SUROAN DI MANGKANG DESA PANGGUNG KECAMATAN TUGU KABUPATEN SEMARANG

Posted by Agustina Ismiyati on 01.34

        Pelaksanaan Tradisi Suroan di Mangkang Desa Panggung Kecamatan Tugu Kabupaten Semarang.
Di daerah mangkang tepatnya di Desa Panggung terdapat sebuah tradisi yakni Suroan yang berupa upacara ritual yang diselenggarakan pada setiap tanggal 1 bulan Suro yang bertepatan dengan 1 bulan Muharram. Tradisi ini dilangsungkan dengan maksud agar warga desa Panggung senantiasa selamat (slamet), terhindar dari bencana dan marabahaya, dekat dengan rejeki, dan dapat hidup selaras dengan alam. Adapun pelaksanaan tradisi Suroan ini adalah sebagai berikut : Upacara Suroan dimulai saat matahari mulai tenggelam, pada zaman dulu ketika peraturan tradisi masih ketat, bagi gadis (perawan) dilarang untuk keluar rumah pada malam 1 Suro, untuk alasannya karena dianggap berbahaya dan “ora ilok”.
Hal utama yang dilakukan warga adalah menyiapkan tampah yang berisi syarat syarat lengkap (sesaji) yang nantinya akan dihanyutkan di laut. Tampah yang disediakan ada 2, yang 1 untuk dihanyutkan ke laut yang 1 lagi untuk diletakkan di semak-semak dekat dengan laut. Setelah warga berkumpul dan tampah siap, tampah tersebut terlebih dahulu didoakan dan mendapat perlakuan khusus dari orang-orang tertentu (orang penting) di desa seperti kyai/orang pintar, kepala desa, dll.
Setelah tampah yang berisi sesaji telah selesai didoakan, tampah tersebut siap untuk dihanyutkan ke laut. Pengiriman sesaji kelaut dilakukan oleh orang-orang penting (kyai,kepala desa,dll) diikuti dengan arak-arakan warga. Arak-arakkan warga untuk mengantar sesaji berhenti pada batas tertentu (palang pembatas untuk masuk ke laut). Karena prosesi penghanyutan sesaji ini sangatlah sakral dan keramat. Maka pelaksanaannya pun tidak boleh sembarangan, hanya orang-orang penting saja seperti: kyai,kepala desa, dan warga-warga tertentu yang dianggapsebagai salah satun orang yang berhak masuk melewati palang pembatas dan menghanyutkannya sampai ke laut. Satelah 1 tampah dihanyutkan ke laut yang satunya lagi di tempatkan di semak-semak sudut laut. Setalah selesai mereka kembali ke kampung untuk melaksanakan syukuran bersama warga dalam rangka hari suro, di dalam syukuran tersebut berbagai makananpun di masakn oleh warga. Tidak hanya itu setiap warga membawa jajan atau makanan yang akan di makan bersama-sama oleh warga, sebelum prosesi makan-makan acara tersebut di pimpin oleh seorang kyai dengan membaca doa, dan prosesi tersebut meliputi: Pembukaan, Mengheningkan cipta, Munjuk atur, Tabur bunga, Pembacaan doa. Nedo dan Penutup. Setelah prosesi syukuran bersama warga dilakukan biasana warga tidak tidur sampai menjelang pagi atau biasa yang disebut dengan “lek-lekan”. Setelah itu pada malam suro di desa panggung tersebut beberapa orang memiliki sebuah Keris yang menjadi suatu warisan turun-temurun, biasana orang-orang tersebut pada tengah malam mencuci keris tersebut sebagai salah satu pembersihan diri. Pencucian keris tersebut pun prosesnya tidaklah sembarangan salah satu alat yang biasana digunakan untuk mencuci adalah air laut yang dibawa bersamaan dengan prosesi sedekah laut, dan prosesi tersebut hanya dilakukan di tempat tertentu yang tidak diketahui orang lain. 
Berdasarkan hasil yang sudah di paparkan diatas maka tradisi suronan yang ada di Mangkang desa Panggung Kecamatan Tugu Kota Semarang bahwa  adanya ritual - ritual tertentu yang di lakukan oleh masyarakat daerah panggung yang meyakini bahwa dengan adanya ritual tersebut maka akan membawa keberkahan tersendiri bagi warga sekitar, serta keselamatan dalam menjalani hidup yang akan datang. Sebagian masyarakat masih menjadikan hal tersebut sebagai salah satu trdisi yang masih dijalankan setiap tahunnya.
Nilai-nilai keislaman dalam suronan di Mangkang desa Panggung Kecamatan Tugu Kabupaten Semarang pada selamatan suronan do’a yang dipanjatkan tersebut merupakan respon yang bersifat emosional dan mengakui manusia lemah dan tidak berdaya di hadapan Tuhan Yang Maha Esa serta menjauhkan masyarakat dari hal-hal yang mengacu kepada kesyirikan. Dan meluruskan hal tersebut dilakukan semata-mata hanya ucapan rasa syukur kepada Allah S. W. T  
 


2 Comments


kaya pernah denger...waah presentasi sosiologi agama nii..
bagus..mungkin lebih ditonjolkan lagi kaitan antara tradisi suronan dengan perspektif agama.


Bagus sekali karena mengambil tema yang ada di daerhmu.....itu sangat mengangkat nilai nilai tradisi yang ada.

Posting Komentar

Copyright © 2009 MENTARI SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.